1438 tahun lamanya kedamaian telah diuji kualitasnya oleh zaman dan
gejolak pemikiran penghuninya, baik di dalam memaknai arti sebuah kedamaian itu
sendiri secara utuh atau dalam pengaplikasiannya, tujuan hidup, background
politik atau sebuah anggapan keniscayaan belaka.

Pengertian damai dalam penggunaan kalam arab secara bahasa disebut
dengan kata al-shulhu (الصلح) yang
berarti قطع
المنازعة yakni memutus pertengkaran / perselisihan.
Secara istilah (Syara’) ulama mendefinisikan al-shulhu
sebagai berikut:
~ Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al-Husaini:
العَقْدُ الَّذِىْ يَنْقَطِعُ بِهِ خُصُوْمَةُ المُتَخَاصِمَيْنِ
“Akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar
(berselisih)”.
~ Hasby Ash-Siddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqih Muamalah berpendapat
bahwa yang dimaksud al-shulhu adalah:
عَقْدٌ يَتَّفِقُ فِيْهِ المُتَنَازِعَانِ فِي حَقٍّ
عَلَى مَا يَرْتَفِعُ بِهِ النِّزَاعُ
“Akad yang disepakati oleh dua
orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu
dapat hilang perselisihan”.
~ Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al–shulhu
adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang
berlawanan.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa “al-shulhu
adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, bertengkar,
saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut
dapat diharapkan akan berakhir perselisihannya”. Dengan kata lain, sebagai mana
yang diungkapkan oleh Dr. Wahbah Zulhaily al-shulhu adalah akad untuk
mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan.
Dasar Hukum al- Shulh ;
Perdamaian (al-shulhu) disyari’atkan oleh Allah SWT. Sebagaimana
yang tertuang dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ .
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat” (Qs. Al-Hujurat : 10).
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ .
“Perdamaian itu lebih
baik” (Al-Nisa:128)
Disamping firman-firman Allah SWT, Rasulullah SAW juga menganjurkan
untuk melaksanakan perdamaian dalam salah satu hadis yang di riwayatkan oleh
Ibnu Hibban dan Tirmizi dari Umar Bin Auf Al- Muzanni Rasulullah SAW bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمَيْنِ إلآ صُلْحًا
أَحَلَّ حَرَامًا وَ حَرَّمَ حَلالاً (رواه
ابن حبان)
“Mendamaikan dua muslim (yang berselisih) itu hukumnya boleh
kecuali perdamaina yang mengarah kepada upaya mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram”. (HR. Ibnu
Hibban dan Turmudzi)
Contoh menghalalkan yang haram seperti berdamai untuk menghalalkan
riba. Contoh mengharamkan yang halal seperti berdamai untuk mengharamkan jual
beli yang sah.
Agama adalah tolok ukur atau dasar pondasi terciptanya sebuah
kedamaian, kenapa ?
Karena agama adalah sebuah alat, petunjuk bagi jiwa untuk memahami
arti adanya mereka (untuk apa mereka diciptakan) seperti halnya para utusan
yang membawa risalah dari robb semesta alam dengan membawa misi
perbaikan moral sebagai estetika hidup, baik secara individual maupun sosial (berkelompok)
yang lebih mengarah pada penataan rasional dan spiritual manusia sebagai
seorang khalifah maupun seorang hamba. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budipekerti (akhlaq)
yang mulia”. (HR. Abu Huroiroh).
Kedamaian mulai terusik setelah nampak perselisiha antara Adam dan Abu al-Jan atau Azazil (Syaitan),
ketika nampaknya pembangkangan dari Qabil untuk tidak menikahi saudari
kandungnya (Iqlimah),
ketika
keinginan dan sifat rakus terhadap sesuatu sudah mengalahkan nurani dan akal
sehat pemiliknya, ketika kebahagiaan harus dicapai dengan segala cara, ketika
rasa peduli dan saling menghormati telah kering oleh penyakit jiwa.
Dan tidak akan ada istilah kedamaian tanpa adanya perselisihan karana
keduanya memang diciptakan untuk saling mengenal satu sama lainnya, seperti
halnya hidup dan mati, tua dan muda, siang dan malam, baik dan buruk, sebagai
lukisan kehidup dunia yang berjalan mengiringi setiap peristiwa dan pelakunya juga
senantiasa mengalir bersama putaran waktu dari masa-kemasa dalam bentuk corak
panorama kehidup yang berwujud ibroh (pelajaran) bagi setiap mahluk yang
mau berfikir untuk merenungi atas apa yang telah ia perbuat.
Kedamaiaan layaknya simfoni nyayian alam yang mengalir seperti air
kemuaranya, seperti hembusan angin yang menyejukkan, seperti jajaran bintang
yang berrotasi pada porosnya, seperti ombak yang berbaris mencapai pesisir,
seperti jutaan urat nadi yang tersusun dalam tubuh untuk mengalirkan darah,
sari makanan, informasi atas apa yang ia lihat, dengar dan rasakan. artinya
semuanya harus menempati pada tatanan aturannya masing-masing sehingga tercipta
keserasian dan keseimbangan.
Manifestasi makna damai, seimbang atau tentram memiliki berbagai
arti dan tempat, seperti berdamai pada diri sendiri yaitu dengan memberikan hak-hak
tiap-tiap anggota Pada diri kita sesuai dengan fungsi kodratya yang telah
digariskan oleh syara’. semisal tangan untuk membantu suatu pekerjaan atau
orang yang membutuhkan bantuan, kaki untuk berjalan menuju sesuatu yang
diperintah oleh agama dan berlari (menjaga, menahan diri) dari larangannya,
lisan berkata dengan jujur, baik dan sopan, mata untuk melihat sesuatu yang
dibolehkan, telinga untuk mendengar sebuah nasihat atau petuah dan akal mempunyai
hak untuk berfikir, belajar tentang suatu yang bersifat pengetahuan guna
membatasi hawanafsu dalam bertindak diluar batas ambang kemanusiaan.
Seperti halnya berdamai dengan diri sendiri, kitapun dituntut untuk
berdamai dengan orang lain dengan memberikan hak-hak mereka sebagai mahluk
social, baik sebagai saudara, orang tua atau tetangga. yaitu dengan tidak
mendholimi mereka, melukai perasaannya, mengambil hak-haknya diatas kepentingan
kita, dan dengan sikap rendah hati, penyabar serta berempati terhadap nasip dan
masa depan bersama tanpa membeda-bedakan golongan, suku, ras ataupun agama.
maka secerca suasana damai, tentram akan terwujud untuk kesekian kalinya guna mendampingi
perjalanan kita sebagai mahluk hidup yang bersifat sosial (saling membutuhkan).
Sekarang di manakah letak kedamaian tersebut ?
Kedamaian terletak pada akal dan jiwa pemiliknya yang tidak keluar
atau melenceng dari kodrat agama, adat dan nuraninya. Karna sejatinya agama
adalah petunjuk yang bagus, adat adalah kebiasaan yang baik sebagai ciri dari
suatu kelompok atau golongan dan nurani adalah fitrah yang suci tidak ternoda.
Ketika akal dan jiwa sudah keluar dari kodratnya ia diciptakan maka akan timbulah
apa yang dinamakan perselisihan dan permusuhan.
Jadi kemanakah kita harus mengarahkan akal dan jiwa supaya dapat
berjalan seirama sesuai dengan asal keberadaanya, untuk membaca, melihat dan
merenungi ayat-ayat tuhanmu yang telah diajarkan kepadamu dan telah disampaikan
oleh nabimu sebagai jembatan untuk mendapatkan kedamaian yang abadi di sana.
0 comments:
Post a Comment