Wednesday, May 10, 2017

KH. Ahmad Bin Syu'aib

Pendiri Ponpes MUS Sarang Rembang

Makam Serut
Beliau dilahirkan di Sarang pada awal abad ke-14 yaitu  tahun 1301 H. Beliau tumbuh dalam asuhan, kasih sayang dan didikan kedua orang tuanya, belajar qiro’ah dan dasar-dasar ilmu agama pada sang ayah yaitu KH. Syuaib bin Abdurrozaq dan  Masyayikh Sarang, khususnya  KH.Umar bin Harun dan Kyai Murtadho bin Muntaha. Beliau sangat tekun dalam menuntut ilmu, selalu menyibukkan diri dengan terbangun dan beribadah di malam hari, berpuasa di siang hari,  menjauhi segala godaan dan hawa nafsu. Beliau melaksanakan seluruhnya sepanjang hidup dan  tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, bahkan hal-hal tersebut beliau salurkan ke arah perkembangan jiwa melalui  ilmu dan pengetahuan.

Menginjak usia 20 tahun beliau pergi ke Makkah dan menetap di sana selama dua tahun yaitu tahun 1322 H. sampai tahun 1324 H. Beliau belajar pada ulama' Tanah Haram tentang ilmu-ilmu teologi di antaranya ilmu fiqh, ushul, tauhid, qiro’ah, nahwu, shorof dll.. Beliau pernah menetap (mulazamah) pada Al-Alim Sayyid Umar Syatho yang dikenal dengan nama Sayyid Syatho. Di pertengahan masa belajar, beliau meminta restu pada gurunya untuk masuk ke salah satu thoriqot, namun tidak direstui, justru sang guru memberi kitab Al Yawaqit, Al Jawahir, kitab karya Abdul Wahab As-Sya'rony dan kitab risalah Imam sufi Imam Qusyairy. Lalu Sayyid Syatho berkata : " Pelajari saja kitab-kitab seperti ini ! " dan Sayyid Syatho memberi ijazah  khusus untuk kegiatan sehari-hari.

Suatu saat seusai KH. Ahmad menunaikan ibadah haji,beliau berniat menyusuri jalanan Makkah sampai Jedah dengan berjalan kaki. Karena pada saat itu,biaya perjalanan Makkah - Jedah dengan menaiki mobil sebesar Rp.70,- jika dengan naik unta,biayanya hanya Rp. 7,- sedangkan jika dengan berjalan kaki,ongkos maksimal hanya Rp. 2,-. Mendengar hal itu, seseorang yang kaya raya bernama H. Musthofa (kakek KH. Musthofa Bisyri / Gus Mus) bergegas menyewa mobil untuk menjemput KH. Ahmad. Ia pun menyusuri jalan hingga akhirnya ia menemukan beliau ketika akan sampai di kota Jedah. Lalu H. Musthofa mengajak beliau kembali ke Makkah dan mengajak thowaf bersama serta meminta beliau agar berkenan mendoakannya. Setelah itu, ia memberikan uang Rp. 70,- kepada beliau untuk biaya transport menyewa mobil dan Rp. 10,- sebagai uang saku. Namun KH. Ahmad memilih menaiki unta yang biayanya hanya Rp. 7,- dan sisanya (Rp. 73,-) beliau gunakan sebagai modal dakwah di tanah air.

Setelah kembali ke kampung halaman, beliau meneruskan belajar pada kyai-kyai Jawa. Kemudian beliau pergi ke Tebu Ireng Jombang dan menetap (mulazamah) pada Kyai Hasyim Asy'ari. Kyai Hasyim sangat memperhatikan perkembangan beliau dengan memberi petuah-petuah melebihi teman-temannya. Beliau meminta kepada gurunya agar bersedia memuqobalah (studi banding) kitab-kitab yang beliau baca pada para masyayikh Makkah al Mukarromah khususnya Syekh Mahfudz Termas .

KH. Ahmad bin Syu’aib mempersunting putri K. Abdul Lathif dari daerah Lasem, namun tidak dikaruniai anak, akhirnya beliau menthalaq istrinya. Setelah tiga tahun kemudian beliau beristri yang kedua kalinya dengan Nyai Khodijah binti H. Utsman Tuban, beliau adalah salah satu keturunan K. Ma’ruf yang ‘Alim dan terkenal, beliau dikaruniai anak yang banyak, diantaranya Nyai Mahmudah (istri KH. Zubair Dahlan), KH. Abdul Jalil, Nyai Hamidah (istri K. Ridlwan), KH. Abdul Hamid, Muhammadah (istri K. Zubaidi Tuban), A. Shomad, dan KH. Abdurrochim. Mereka itulah putra-putra beliau yang sampai umur dewasa dan mempunyai keturunan kecuali K. Abdul Jalil, beliau tidak mempunyai anak.

Setelah kembali dan bermukim di Sarang, beliau bersedia mengajar para santri di pondok. Di samping selalu beribadah sehingga doa-doanya pun sering terkabul (mujabudda’wah), Beliau sangat  tadhorru’ pada Allah khususnya di malam gelap gulita dan senantiasa berpuasa semenjak beliau menetap di tanah kelahirannya. Beliau selalu menyambung puasa bulan Rajab, Sya'ban dengan puasa Romadlon kecuali satu tahun sebelum beliau wafat sebab menderita sakit parah. Beliau selalu tahajjud dan sholat malam, terutama pada tiga bulan tersebut. Ketika  bulan Romadlon tiba, malam-malam beliau gunakan untuk melakukan sholat sunah, sholat tasbih dan dzikir-dzikir yang dianjurkan syara’ (masyru’ah). Kendati selalu beribadah dan  mengajar, namun beliau masih sempat bekerja dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Beliau juga  pemrakarsa pembuat garam pertama kali di Sarang. Beliau makan dari hasil keringatnya sendiri dan berkah pekerjaannya tampak mengalir pada anak cucu beliau.

Pada tahun 1369 KH.Ahmad berkunjung ke kota makkah dan madinah untuk menunaikan ibadah haji dengan mengajak 6 orang, yang tak lain adalah putra-putra dan cucunya. semua itu dihasilkan dari biaya beliau sendiri dan dari barokah beliau, karena pada saat itu memang KH.ahmad terkenal sebagai Kyai yang kaya raya. Keenam orang tersebut adalah, Nyai Khodijah (istri KH.Ahmad), KH.Abdul Jalil (putra), KH.Abdul Hamid (putra), KH. Abdurrochim (putra), Nyai Rofi’ah (istri KH.Abdul Hamid) dan KH.Maimoen Zubair (cucu dari saudari beliau). Beliau bertujuh memulai perjalanan hajinya melalui jalur laut hingga membutuhkan waktu berbulan-bulan. Banyak lika liku rintangan yang mereka hadapi saat mengarungi samudera. Hempasan angin dan badai mereka lalui dengan penuh sabar serta mengharap ridlo Allah dengan memenuhi panggilannya. Konon, waktu itu sempart terjadi badai besar yang menghalau mereka selama mengarungi samudera. Namun atas izin dan pertolongan Allah mereka dapat melaluinya hingga akhirnya mereka semua dapat sampai di kota suci Makkah dengan selamat.

Setibanya di daratan, bukan berarti mereka lolos dari rintangan dan hambatan. Selama di Makkah lagi-lagi mereka mendapat rintangan berupa hujan salju. Namun hal itu tetap tidak menyurutkan niat mereka untuk menyempurnakan ibadah haji dengan menjalankan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban secara syar’i.
Beliau adalah insan yang dermawan dan berjiwa besar dalam meniti jalan kebaikan. Beliau juga lah yang mewaqofkan tanah MGS kepada KH.Ali Masyfu’ untuk dijadikan sebuah madrasah.


KH. Ahmad bin Syu’aib sempat mengalami sakit panas pada bulan Jumadal Ula menjelang hari wafatnya. Keadaan beliau terus menerus demikian sampai sakit beliau menjadi parah pada hari kesepuluh bulan Rajab hingga akhirnya beliau wafat di kediaman beliau malam selasa 22 Rajab 1386 H. dalam kisaran usia 85 tahun. Sepeninggal ,KH. Abdurrrochim bersama kakaknya KH.Abdul Jalil berusaha untuk menggantikan posisi ayahandanya sebagai pengasuh PP.MUS. Dengan dibantu oleh adik iparnya,KH. Ma’ruf Zubair mereka bertiga berjuang untuk menyebarluaskan syari’at Islam dengan menyiapkan kader- kader yang kelak akan menjadi panutan di daerahnya masing-masing. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatnya dengan luas dan mempertemukan beliau dengan orang-orang sholih di surga, Amin ya Rabbal Alamin.
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net

0 comments:

Post a Comment