Perisai Diri Dalam Pemanfaatan Teknologi
Informasi
Kalian kenal dengan Internet kan?
Yap, betul.. ia merupakan salah satu tren gaya hidup yang sedang tumbuh pesat saat ini.
Bagaikan sebuah ruangan, internet merupakan ruangan yang –hampir- tanpa batas.
Pengguna yang sedang berselancar di ruangan tersebut hampir dipastikan
bisa menemukan apa yang ia cari. Selain itu,
internet juga berfungsi sebagai sarana (media) untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Hal inilah yang sekarang sedang di-gandrungi oleh sebagian besar
masyarakat, khususnya anak muda – terkhusus lagi kaum hawa.
Yah begitulah,- remaja putri, curhat, dan media sosial -
tiga elemen yang tak dapat terpisahkan. Rasa seperti pagi hari tanpa secangkir
kopi, mustahil terpisahkan. Nah dari itu saya pengen
menyampaikan pesan, khususnya untuk para perempuan berkaitan dengan pemanfaatan
teknologi internet – media sosial semisal Facebook, Twitter, Instagram wa
akhawatuha. Kenapa perempuan..? karena merekalah yang disebut-sebut oleh
Rosululloh SAW sebagai fitnah yang paling berbahaya,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِى النَّاسِ
فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ - مسلم
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi
laki-laki daripada fitnah wanita”.
HR Muslim.
Disebutkan dalam percakapan Robi’ah
al-Adawiyyah dengan lelaki pelamarnya, bahwa dalam bertindak melakukan suatu
hal perempuan menggunakan 99 bagian nafsu dan hanya 1 bagian akal sedangkan
laki-laki menggunakan 1 nafsu dan 99 akal. Hal ini diperkuat dengan satu pernyataan Rosululloh
SAW
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ
وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ - البخاري
“Saya belum pernah mengerti orang-orang yang kurang akal dan
agamanya yang lebih menghilangkan lubb (akal yang bersih dari hawa-nafsu dan
emosi) daripada seorang dari kalian”.
HR Bukhori.
Back to topik, seperti yang
telah disampaikan - alasan
utama masyarakat berinternet
(media sosial) tentu untuk memperoleh informasi-informasi
penting guna menambah ilmu dan wawasan.
Jadi jika sampean - para perempuan - mengunggah video di Youtube, curhat sembari mewek-mewek.. nulis status ngomong ngalor
ngidul nggak ada ujung, atau
sekedar menggerakkan jari-jari tangan menghasilkan setatus yang Gak Jelas,
‘Geje’ orang menyebutnya begitu.. terus yang liat video atau yang baca status sampean dapat apanya? Faedah..? Gitu aja kok nangis.
Jadi bagi kalian para curhaters yang risih
sebaiknya kalian mencontoh persahabatan simbiosis mutualisme antara burung
jalak dan kerbau. Sampean harus mengerti bagaimana
retaknya perasaan kawan sampean...
Asumsinya begini,
Jika seseorang sampai
meluapkan curhatannya pada media sosial berarti
tidak ada yang mengerti perasaannya di dunia nyata sehingga dia membutuhkan
solusi pada jagat maya (padahal ada Sang Pencipta loh). Kalo sudah tahap seperti
ini, jangan dibercandain. Lebih baik kita kasih solusi dengan personal
message. Atau jika tak mengerti masalahnya lebih baik diam. Kalo dalam bahasa
Jawanya itu “if you don’t
know anything, better don’t say anything”. Rosululloh SAW dalam satu pesannya
menyampaikan,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَصْمُتْ – البخاري ومسلم
“Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau jika tidak maka
lebih baik diam.” HR
Bukhori & Muslim
Nah bagi para curhaters,
sebaiknya apa yang sampean tumpahkan di timeline medsos sampean lebih baik difilter terlebih dahulu. Gunakan akal sehat..!!! Jangan pikir dua atau tiga
kali, tapi pikir sepuluh kali terlebih dahulu apakah status yang sampean tulis membawa ‘ruh’
kebaikan atau justru sebaliknya, menyebarkan petaka bagi sesama. Apakah dengan menulis permasalahan hidup di medsos semua akan teratasi?
Dan apakah pantas hal-hal yang bersifat privasi kalian tampilkan pada Instagram
Stories atau
sejenisnya?. Ingatlah sindiran Al quran
atas orang-orang yang tidak menggunakan akalnya,
...... أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ
أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ – الأعراف : 179
- Orang-orang yang tidak memanfaatkan akalnya levelnya akan
menurun bahkan sampai pada level binatang -. dan mereka itulah orang-orang yang
lalai.”
Untuk itu, sebagai insan yang diberi ‘pengetahuan’ – alhamdulillah
- berikut akan saya sampaikan
beberapa etika yang selayaknya kita indahkan guna membekali diri dalam menyalurkan hobi wira-wiri
di dunia maya yang tak pasti (terlebih
sosial media). Jangan dibilang ini
sekedar menggurui, karena ini merupakan bentuk pelaksanaan tanggung jawab untuk
saling berwasiat dalam kebaikan, ketakwaan dan menahan diri (bersabar) dari
godaan nafsu yang tidak terpuji,
... وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ - العصر : 3
“... dan saling berwasiat dalam kebenaran dan
kesabaran.” (Al-‘Ashr: 3)
Monggo disimak baik-baik, kemudian dilaksanakan,
syukur-syukur dibagikan kepada yang lainnya sebagai bentuk kepedulian kita pada
sesama;
1. Tahu Waktu
وَالْعَصْرِ - إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَفِي خُسْرٍ - العصر : 1-2
“Demi masa Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (Al-'Ashr: 1-2).
Salah
satu dampak nyata dari terlalu asyik berselancar di dunia maya adalah
waktu kita terbuang
sia-sia. Semakin kecanduan seseorang terhadap
internet, maka semakin besar potensi hilangnya waktu produktif orang tersebut.
Yang
lebih fatal jika kita sampai melupakan tugas pokok kita sebagai umat manusia - beribadah kepada Allah SWT. Jangan sampai
malam hari yang seharusnya digunakan untuk bermunajat kepada Allah, ber-qiyamul
lail, malah dibuang percuma tergantikan oleh berselancar tanpa batas.
Sayangnya, saat ini keutamaan-keutamaan dan janji-janji akan banyaknya pahala
yang bisa didapatkan dengan qiyamul lail seakan kalah dengan kenikmatan
duniawi yang memanjakan mata yang ditawarkan oleh internet. Hal ini diperparah
oleh ulah operator penyedia jasa internet yang memberikan berbagai paket murah
bagi siapa saja yang mau begadang sambil berinternet.
Seyogyanya
kita harus tahu waktu. Gunakan internet ketika dibutuhkan,
untuk mencari tambahan referensi misalnya, dengan menggunakan waktu-waktu luang
di luar waktu untuk tugas utama. Misalnya bagi seorang pelajar, berinternet
jangan sampai dilakukan ketika jam sekolah, atau
ketika waktu belajar di rumah. Jangan sampai setiap waktu kita berhubungan
dengan internet.
2. Silaturrahim Harus Nyata, Bukan Hanya Maya
Salah
satu bagian yang sedang booming dari teknologi informasi yang berupa internet adalah sosial medianya.
Disebut demikian karena situs-situs yang termasuk dalam kategori ini
menyediakan berbagai fasilitas bagi penggunanya untuk saling berkomunikasi
dengan pengguna yang lain. Melalui situs-situs seperti Facebook, Twitter, dan saudara-saudaranya,
kita bisa saling mengenal dan berbagi apa yang kita alami dengan pengguna yang lain. Mungkin awalnya tidak ada masalah dengan situs-situs tersebut. Namun tanpa disadari, kegemaran kita mengakses
situs-situs tersebut lambat laun turut membawa kita terlena dengan kehidupan
sosial yang maya tersebut. Secara perlahan kita mulai melupakan kehidupan kita
di dunia nyata. Bahkan sampai ada anekdot bahwa kabar kematian 'teman' di
seberang lautan lebih cepat diketahui dari pada kabar kematian tetangga.
Oleh
karena itu, seyogyanya berinternet kita hentikan sejenak ketika berkumpul
bersama orang-orang terdekat kita maupun dengan masyarakat lainnya. Letakkan
dulu gadget ketika kita sedang berdiskusi misalnya, atau ketika sedang berinteraksi
secara nyata, terlebih ketika sedang berkumpul bersama keluarga. Harus kita
ingat, orang yang mau berkumpul bersama di hadapan kitalah yang harus kita
utamakan, bukan orang yang selalu me-like status di Facebook dan sejenisnya, apalagi kita belum pernah sama sekali
bertemu dan bertatap muka secara langsung dengannya. Dan juga harus diingat, jangan sampai keasyikan berinternet
membuat kita melupakan keadaan di sekitar, terutama keadaan keluarga dan
tetangga dekat kita.
3. Internet harus bermoral
Selain
tergusurnya interaksi nyata kita, derasnya arus internet dengan sosial
media-nya juga berdampak terhadap aspek moral dan norma umat. Dengan kemudahan
mengakses berbagai informasi tanpa batas, seorang pengguna internet akan dengan mudah mengakses apa yang ia inginkan. Tanpa adanya
kontrol yang ketat, layaknya seseorang yang bermimpi, apa yang ia impikan bisa
dinikmati dalam dunia maya, tanpa perlu takut diketahui orang lain. Hal inilah
yang paling ditakuti oleh banyak kalangan dari pengaruh internet.
Harus
kita sadari, bahwa meskipun hanya ‘maya’,
tapi apa yang kita lakukan di internet juga tercatat sebagai amal perbuatan
kita. Dengan satu klik, ratusan konten terlarang yang kita akses juga tercatat
dengan rapi dalam buku catatan amal kita.
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ –
الحشر : 18
“Dan hendaklah seseorang berfikir, berangan-angan apa
yang disiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan takutlah kalian pada Allah.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Hashr: 18)
Sudah
seharusnya kita mengontrol diri dalam penggunaan internet, dengan mengedepankan
aspek moral dan norma agama. Atau
mungkin jika kita tidak bisa menahan nafsu sendiri, kita bisa menginstal
aplikasi-aplikasi filter internet, sebagai bentuk pertahanan diri dari serangan
nafsu yang negatif.
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ - يوسف : 53
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.”
(QS : Yusuf : 53)
4. Internet Bukan Referensi Utama, Hanya
Pembanding Saja
Internet
sebagai sebuah sarana juga memberikan berbagai kemudahan bagi kita. Seperti
yang telah disebutkan, dengan hanya menekan
satu tombol saja, kita bisa menemukan apa yang kita cari. Ketergantungan yang
berlebih terhadap internet membuat kita semakin malas berfikir untuk menyelesaikan
masalah yang kita hadapi. Bagaimana tidak, seperti yang dikatakan banyak orang saat
ini, “Tinggal tanya sama mbah Google!” semua yang kita cari sudah ada. Kodrat
manusia yang merupakan “entitas yang memiliki kemampuan berfikir” menjadi
semakin tergerus. Pada akhirnya, sifat hidup manusia juga akan semakin menurun.
Padahal berfikir merupakan salah satu tanda kehidupan pada diri manusia,
seperti dikatakan, “Aku berfikir, maka aku hidup”. Selayaknya kita jadikan
internet hanya sebagai media perbandingan saja. Kalau kita butuh referensi
untuk suatu hukum, seyogyanya kita merujuk pada kitab-kitab salaf, atau bisa
langsung bertanya kepada para ulama' yang sudah tentu terbukti kompetensi
keilmuannya, bukan kepada mbah Google !
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ - النحل : 43
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui”. (An-Nahl : 43)
5. Internet Untuk Kebaikan
Layaknya
sebuah alat, kita harus memanfaatkan internet untuk tujuan yang sebaik mungkin.
Salah satu contohnya adalah berdakwah. Tak bisa dipungkiri, bahwa pada era
modern ini gerak dakwah dan jihad Islam mulai bergeser, dari yang asalnya
menggunakan senjata, berhadap-hadapan secara langsung, kini mengarah ke ranah
pemikiran. Dan seiring berkembangnya teknologi informasi, pergelutan pemikiran yang dikenal dengan istilah ghozwul fikri ini semakin ramai
terjadi di dunia maya. Di sinilah seharusnya kita gunakan kesempatan sebaik
mungkin. Jika kita melihat ada musuh-musuh Islam menyerang melalui sebuah situs,
status facebook, fanpage, atau hashtag yang memojokkan Islam, kita bisa
menyerang balik juga melalui media-media tersebut. Kita juga bisa berdakwah
dengan membuat blog misalnya, yang berisi khazanah-khazanah ke-Islam-an, untuk
berbagi pengetahuan Islam kita dengan berbagai netizen di penjuru dunia.
Terakhir, semua ini kembali kepada diri kita
masing-masing. Sebagai alat, internet bisa baik jika kita gunakan dengan baik,
begitu juga sebaliknya. Dan yang terpenting –
kaitannya dengan para remaja yang sedang galau -atau apalah istilahnya- media sosialmu bukanlah buku diary-mu.
So.. jangan sembarang curhat yang
aneh-aneh atau live report absurd di Instagram Live, karena bisa berbahaya akibatnya
– bukan sekedar bagi kita, bahkan bagi mereka yang melihatnya.
Saran dari saya, sebaiknya
semua problem hidup kita ceritakan dalam sujud panjang kita pada Sang Maha
Pencipta, Allah SWT. Karena Allah adalah tempat paling aman untuk kita berkeluh
kesah, dan
yang jelas – insyaAllah - ‘dapat pahala’. Wallahu A’lam Bisshowab.
0 comments:
Post a Comment