Monday, August 1, 2016

Siroh Madrasah puteri Al-Ghozaliyyah

Motif
Dahulu pendidikan baik formal maupun non formal khususnya yang berorientasi dalam konteks keagamaan banyak didominasi kaum adam. Mereka para orang tua cenderung mementingkan putra-putranya untuk mengenyam pendidikan sebanyak-banyaknya di bangku sekolah tanpa memerdulikan keberadaan putri-putri mereka yang juga haus akan pendidikan dan pengalaman. Meskipun banyak para pejuang wanita yang telah memperjuangkan eksistensi kaum hawa dan menuntut kesejajaran hak, tak terkecuali pendidikan dengan kaum adam, namun hal tersebut belum dapat menyelesaikan problem yang demikian kompleks, sehingga kesenjangan dan jurang pemisah yang begitu dalampun tercipta antara kaum adam dan hawa dalam dunia pendidikan di masa itu. Padahal jika dilihat dari kacamata agama justru masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia kewanitaan begitu kompleks dan sangat butuh untuk dipelajari dan diperhatikan, bukan cuma oleh mereka kaum adam namun juga oleh mereka kaum hawa yang merupakan pelaku utamanya.

Media
Kenyataan di atas memberikan ilham kepada H. Abdul Mujib bin H. Husain Bajingjowo dan H. Siroj bin Hasan Syukur untuk mengadakan penelitian lebih dalam, khususnya di wilayah kota Sarang.

Dilandasi rasa tanggungjawab yang tinggi serta keprihatinan yang sangat, beliau berdua sepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri pada kaum hawa. Tujuannya tak lain adalah untuk menempatkan mereka kaum hawa pada porsi yang sesungguhnya sehingga kelak keluhuran budi pekerti mewarnai kehidupan mereka dan pada akhirnya nanti tata cara bermasyarakat yang berasaskan agama akan memancar dari pribadi masing-masing.

Setelah memperoleh dukungan dari para kiai yang dipelopori Hadrotus Syeikh KH. Zubair Dahlan dan izin dari Hadrotus Syeikh KH. Ahmad bin Syu’aib selaku sesepuh Ulama’ Sarang di kala itu, maka berdirilah lembaga pendidikan yang menamakan diri “Madrasah Banat Al-Ghozaliyah” tepatnya tanggal 19 Rojab 1384 H atau 25 Oktober 1964 M sebagai anak cabang dari Madrasah Banin atau Madrasah Ghozaliyah Asy-Syafi’iyah Karangmangu.

Untuk pertama kalinya Madrasah Banat menempati lokasi yang ada di sebelah selatan Musholla ”Jin” (sekarang menjadi masjid Jin). Lokasi tersebut bertempat di pinggir jalan raya yang di atasnya telah berdiri sebuah rumah yang ditujukan untuk perumahan, bukan sebuah gedung permanen. Kendati demikian, tidaklah mengurangi semangat membara mengiringi berdirinya Madrasah yang dimaksud. Bahkan dirasa cukup untuk tahap awal. Lokasi tersebut masuk wilayah Bajingjowo Sarang dan milik Hadrotus Syeikh KH. Maimun Zubair. Untuk membeli bangku duduk sebagai kebutuhan primer, tokoh setempat diwakili Bapak H. Siroj meminjam uang sebanyak Rp 2.500,- dari Hadrotus Syeikh KH. Ahmad bin Syu’aib dan mendapat 40 buah bangku yang penggarapannya dikerjakan oleh Bapak Danon tukang kayu.

Komponen
Terobosan awal yang dilakukan yakni pengadaan dana. Dalam hal ini pengurus Madrasah mendapatkan bantuan separuh dari hasil panen nggawan yang pada waktu itu lelangnya dimiliki oleh Hadrotus Syeikh KH. Zubair Dahlan serta dari para dermawan donatur sekitar.
Langkah kedua yaitu pengadaan gedung. Mengingat semakin bertambah banyaknya jumlah siswi, maka diperlukan gedung yang lebih luas dan memadai.

Gerbang MPG tempo dulu
Gedung yang ditempati sekarang ini (gedung lama yang membujur ke utara dan menghadap ke timur) menurut informasi yang kami terima dulunya adalah gudang garam milik P.N. Garam (perusahaan Negara garam). Mestinya menurut sumber yang dapat dipercaya gedung tersebut milik Primer Koperasi Garam Rakyat atau PKGR yang lebih dikenal dengan sebutan Gedung Depo Garem atau GDG, lalu dilelang dan hak kepemilikan dipegang oleh Bapak Tejo mantri klinik Sarang yang juga tokoh TNI. Lima belas tahun kemudian lewat Bapak Hendro Jaksa Rembang, diketahui oleh Bapak H. Siroj yang waktu itu menjabat ketua Koperasi Garam Rakyat cabang Sarang bahwa gedung tersebut sudah disita kejaksaan Negeri Rembang, berarti gedung tersebut berstatus FRIAT (kadaluarsa).

Melihat peluang di depan mata, maka pengurus madrasah dengan langkah sigap datang ke tempat Bapak Hendro dan meminta kesediaannya untuk mengusahakan agar gedung tersebut dapat dimiliki Madrasah Banat. Berkat saran dan bantuan beliau akhirnya gedung tersebut dapat dimiliki Madrasah, dan pengurus memberikan imbalan kepada P.N. rembang lewat Desa sebesar Rp. 30.000,-.sedangkan penandatanganan dilakukan di rumah Bapak Abdullah, kepala desa Bajingjowo saat itu. Pada tahun 66-an gedung tersebut pernah digunakan untuk menahan oknum PKI wilayah kecamatan Sarang kurang lebih 1 bulan.

Terobosan yang ketiga yang tak kalah penting adalah pengadaan tanah. Tanah area madrasah sekarang yang luasnya kurang lebih 1010 m2 dulunya adalah milik Negara dengan status tanah “HAVEN” (pelabuhan). Seperti diketahui bahwasanya pada zaman kolonial Belanda, nggawan dan sekitarnya diplaning untuk dermaga pelabuhan kapal, tetapi rencana itu gagal total dikarenakan Belanda dapat diusir dari bumi pertiwi sebelum rencana tersebut terlaksana sampai selesai. Kemudian oleh pengurus Madrasah lahan tersebut diminta atas nama desa Bajingjowo dan diberikan kepada Madrasah Banat melalui Bapak Turhadi Hadisutiknyo, kepala agraria Rembang. Status tanah tersebut adalah tanah waqof dan Bapak H. Abdul Mujib bin H. Husain sebagai nadzirnya. Pada tahun 1972 M, Bapak H.Abdul Mujib wafat dan digantikan adik kandungnya yaitu Bapak Hamzawi Husain dengan surat resmi kenadziran tahun 1973 M.

Sekitar tahun 80-an, terjadi sedikit keributan tentang tanah yang telah diwaqafkan kepada Madrasah tersebut. Namun berkat kesigapan, parsitipasi dan ketegasan serta kejelian Bapak Hamzawi Husain sebagai nadzir dalam membaca situasi, maka insiden di atas dapat digagalkan dengan kembalinya tanah tersebut menjadi tanah waqaf untuk Madrasah Banat yang disahkan oleh Bapak. Bonco BA selaku ketua Agraria Rembang dengan menghadirkan saksi Bapak KH. Musa yang pada waktu itu menjadi ketua KUA Kecamatan Sarang dan Bapak H. Siroj bin H. Husain Syukur untuk selamanya.

Di awal perajalanannya, Madrasah Banat Al-Ghozaliyyah belum dapat berbicara banyak. Dan ini dapat dimaklumi, mengingat kondisi dan situasi Madrasah waktu itu yang serba pas-pasan sehingga, sejak berdiri tahun 1964 M sampai kurang lebih tahun 1969 M yang masih berlokasi di sekitar “Masjid Jin” belum mengalami perubahan yang berarti. Demikian juga ketika perjalanan awal pindah ke lokasi baru yang terletak di sebelah timur nggawan sekitar tahun 1969 M.

Dengan kenyataan tersebut bukan berarti tidak ada usaha dari sekian pengurus dan pengelola madrasah atau saling berpangku tangan. Karena berdasarkan informasi yang ada, pengurus sudah berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan madrasah. Terbukti dengan dianjurkannya menabung bagi semua siswi demi menjaga stabilitas dan mobilitas madrasah. Tapi kenyataan berbicara lain, apa yang telah direncanakan dan dilaksanakan belum sesuai dengan yang diharapkan. Dan hal inipun sering dialami oleh lembaga-lembaga pendidikan lain yang umurnya masih relatif muda, otomatis kansnya di hati sebagian masyarakat belum begitu terpatri. Disamping itu jumlah simpatisan atau donatur yang masih kecil, juga tidak adanya bantuan tetap untuk memenuhi kebutuhan yang ada.

Berkat kegigihan dan keuletan pengurus dalam meningkatkan kualitas dan mutu Madrasah Banat Al-Ghozaliyyah, maka pada tahun 1970-an Madrasah Banat memberikan warna baru dalam mengembangkan pendidikannya. Terbukti dengan diadakannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, acara musabaqoh serta khitanan masal pada periode tersebut. Tujuannya tak lain untuk memberikan bimbingan rohaniyah kepada anak didiknya dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diterima secara langsung (praktek lapangan). Juga untuk mengenal lebih dekat tentang Rasulullah SAW serta menarik simpatisan agar mengakui eksistensisi Madrasah Banat Al Ghozaliyyah. Sementara haflah akhir sanah (perayaan tutup tahun ajaran) sudah sejak awal mula dilaksanakan, walaupun kadar bobotnya berubah-ubah mengikuti perkembangan.

Penyerahan Piala & Trofi oleh Ibu Ny. Hj. Masthi'ah Maimoen
Gagasan dilaksakannya musabaqoh itu timbul dari Ustadz Sami’an setelah beliau mempunyai pengalaman mengajar di Jawa Timur. Semula acara musabaqoh dikhususkan bagi para siswi yang masih kecil, baru pada tahun 73-an musabaqoh diklasifikasikan sesuai tingkatan kelas. Sedangkan acara khitanan hanya diadakan sekali, mengingat kurang layaknya hal ini jika dilakukan di Madrasah Banat.

Sebenarnya tanda–tanda akan majunya Madrasah Banat sudah tampak sejak dulu. Kenyataan pada tahun 1967 M Madrasah Banat menerima bantuan tenaga pengajar bidang ilmu agama dan umum. Seiring perkembangan zaman, Madrasah Banatpun mengalami kemajuan yang cukup berarti, sampai akhirnya penghargaan dibidang pendidikanpun didapatkan dari pemerintah. Hal ini menjadikan pengurus dan para guru semakin semangat untuk lebih kreatif dan dinamis dalam mengembangkan sayap. Dan untuk menunjang itu semua tepatnya tahun 1976 M Madarasah Banat melibatkan diri dalam semester umum yakni ujian negeri. Dengan demikian pelajaran umum yang bersifat rohani maupun jasmani seperti olah raga senampun berjalan dengan baik di Madrasah Banat, boleh dikatakan dibawah naungan DEPAG.

Perlu dikemukakan di sini bahwa kepengurusan Madrasah Banat dulunya masih jadi satu dengan kepengurusan Madrasah Banin Ghozaliyyah Syafi’iyyah (MGS). Dengan kata lain Madrasah Banat merupakan cabang dari MGS, baru tahun 1978 M Madrasah Banat memisahkan diri dari Madrasah Banin. Kemudian Madrasah Banat membentuk kepengurusan sendiri. Hal ini didasarkan karena Madrasah Banat sudah cukup mampu untuk mandiri.

Dalam perjalannya, Madrasah Banat tak selamanya mulus akan tetapi menghadapi rintangan demi rintangan yang menghadang setiap waktu. Bahkan pernah secara tiba–tiba tanpa permisi goncangan hebat melanda dan mengoyak ketenangan dan ketentraman yang ada.

Dengan kondisi yang kalut dan mencekam, kejernihan berfikir untuk menentukan langkah serta ketabahan para pengurus dan pihak terkait betul-betul teruji. Sebagai tindak lanjut untuk lolos dari beban yang begitu menghimpit, maka dengan keberanian yang tinggi pengurus mengadakan perombakan total dalam sistem dan aturan, termasuk didalamnya adalah perubahan sistem pengajaran yang semula dua jam pelajaran untuk satu guru, menjadi satu jam pelajaran untuk masing–masing guru. Tidak sampai disitu, bahkan musyawaroh menjadi agenda harian bagi MPG. Ini semua mengacu pada peningkatan kualitas pendidikan yang lebih terarah.

Tidak berlebihan jika tahun 1979 M merupakan tahun prihatin dan tahun kebangkitan MPG, karena pada tahun inlah apa yang diungkapkan di atas terjadi. Tepat dengan pribahasa “jatuh pangkal bangkit” dan setiap kejadian terselubung hikmah.
Dari sini bendera MPG benar–benar berkibar dengan megahnya. Sehingga pada waktu organisasi NU kecamatan Sarang mengadakan lomba pekan seni dan lomba untuk Madrasah se-Kecamatan Sarang (pekan Madaris) pada tahun 1979 M MPG hampir menyabet semua medali penghargaan yang dilombakan. Dan dengan kebanggaan tersendiri tak mengurangi syukur kepada Allah SWT, Madrasah Banat diproklamirkan sebagai Juara Umum.

Sejalan dengan kemajuan yang dicapai, maka mobilitas kerja dan frekuensi pendidikanpun dikembangkan. Sehingga hasil penyebaran agama saat ini sudah merayap dan menyebar keseluruh wilayah Jawa, bahkan sudah menyebar ke Luar Jawa.

Tepat pada tahun 1978 M, secara resmi pengurus Madrasah mengambil keputusan tidak mengikutsertakan anak didiknya dalam ujian persamaan. Ini tak lain dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan semula berdirinya Madrasah Banat, yakni Madrasah salafiyyah yang berkonsisten khusus dalam bidang agama Islam.

Demikinlah, hingga pada tahun-tahun berikutnya Madrasah banat selalu dibanjiri siswi, terutama siswi dari luar daerah yang ingin menuntut ilmu secara salafiyyah (tradisional). Dengan meningkatnya jumlah siswi, maka sarana dan prasarana pendidikanpun ditingkatkan, mulai dari penambahan gedung sampai pada pola pendidikan berjenjang, yakni mulai dari tingkat ibtidaiyyah sampai pada tingkat Aliyah, yang mana tingkat Aliyah ini baru didirikan pada tahun 1427 H./2006 M. Tepatnya pada tanggal 13 Syawwal 1427 H. Dan sekarang Madrasah Banat sudah mendedikasikan diri sebagai satu–satunya Lembaga Agama yang setingkat lebih tinggi dari Lembaga pendidikan lain di Kecamatan Sarang.
Tujuan Madrasah
Tujuan Madrasah sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri.
Tujuan pengembangan ciri khas Agama Islam pada Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah adalah memberikan landasan Islami yang kokoh agar peserta didik memiliki kepribadian yang kuat dilandasi oleh nilai-nilai keislaman bagi perkembangan kehidupan selanjutnya.

Sarana Pendidikan
Dalam rangka menunjang keberhasilan pendidikannya, Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah Sarang berupaya secara bertahap untuk melengkapi sarana-prasarana pendidikannya. Hingga kini Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah Sarang telah memiliki ruang belajar yang representatif, Perpustakaan, Ruang Keterampilan, dan sarana penunjang lainnya.

Data Sarana Pendidikan Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah Sarang.
No.
Jenis
Lokal
1
Ruang Kelas
20
2
Ruang Kantor
3
3
Ruang Perpustakaan
1
4
Ruang Keterampilan
1
5
Ruang Auditorium
1
6
Ruang Kesekretariatan
1
7
Ruang Tata Usaha
1


www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net

0 comments:

Post a Comment