Motif
Dahulu
pendidikan baik formal maupun non formal khususnya yang berorientasi dalam
konteks keagamaan banyak didominasi kaum adam. Mereka para orang tua cenderung
mementingkan putra-putranya untuk mengenyam pendidikan sebanyak-banyaknya di
bangku sekolah tanpa memerdulikan keberadaan putri-putri mereka yang juga haus
akan pendidikan dan pengalaman. Meskipun banyak para pejuang wanita yang telah
memperjuangkan eksistensi kaum hawa dan menuntut kesejajaran hak, tak
terkecuali pendidikan dengan kaum adam, namun hal tersebut belum dapat
menyelesaikan problem yang demikian kompleks, sehingga kesenjangan dan
jurang pemisah yang begitu dalampun tercipta antara kaum adam dan hawa dalam
dunia pendidikan di masa itu. Padahal jika dilihat dari kacamata agama justru
masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia kewanitaan begitu kompleks dan
sangat butuh untuk dipelajari dan diperhatikan, bukan cuma oleh mereka kaum
adam namun juga oleh mereka kaum hawa yang merupakan pelaku utamanya.
Media
Kenyataan
di atas memberikan ilham kepada H. Abdul Mujib bin H. Husain Bajingjowo dan H.
Siroj bin Hasan Syukur untuk mengadakan penelitian lebih dalam, khususnya di
wilayah kota Sarang.
Dilandasi
rasa tanggungjawab yang tinggi serta keprihatinan yang sangat, beliau berdua
sepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri pada kaum
hawa. Tujuannya tak lain adalah untuk menempatkan mereka kaum hawa pada porsi
yang sesungguhnya sehingga kelak keluhuran budi pekerti mewarnai kehidupan
mereka dan pada akhirnya nanti tata cara bermasyarakat yang berasaskan agama
akan memancar dari pribadi masing-masing.
Setelah
memperoleh dukungan dari para kiai yang dipelopori Hadrotus Syeikh KH. Zubair
Dahlan dan izin dari Hadrotus Syeikh KH. Ahmad bin Syu’aib selaku sesepuh Ulama’
Sarang di kala itu, maka berdirilah lembaga pendidikan yang menamakan diri
“Madrasah Banat Al-Ghozaliyah” tepatnya tanggal 19 Rojab 1384 H atau 25 Oktober
1964 M sebagai anak cabang dari Madrasah Banin atau Madrasah Ghozaliyah
Asy-Syafi’iyah Karangmangu.
Untuk
pertama kalinya Madrasah Banat menempati lokasi yang ada di sebelah selatan
Musholla ”Jin” (sekarang menjadi masjid Jin). Lokasi tersebut bertempat di
pinggir jalan raya yang di atasnya telah berdiri sebuah rumah yang ditujukan
untuk perumahan, bukan sebuah gedung permanen. Kendati demikian, tidaklah
mengurangi semangat membara mengiringi berdirinya Madrasah yang dimaksud.
Bahkan dirasa cukup untuk tahap awal. Lokasi tersebut masuk wilayah Bajingjowo
Sarang dan milik Hadrotus Syeikh KH. Maimun Zubair. Untuk membeli bangku duduk
sebagai kebutuhan primer, tokoh setempat diwakili Bapak H. Siroj meminjam uang
sebanyak Rp 2.500,- dari Hadrotus Syeikh KH. Ahmad bin Syu’aib dan mendapat 40
buah bangku yang penggarapannya dikerjakan oleh Bapak Danon tukang kayu.
Komponen
Terobosan
awal yang dilakukan yakni pengadaan dana. Dalam hal ini pengurus Madrasah
mendapatkan bantuan separuh dari hasil panen nggawan yang pada waktu itu
lelangnya dimiliki oleh Hadrotus Syeikh KH. Zubair Dahlan serta dari para
dermawan donatur sekitar.
Langkah
kedua yaitu pengadaan gedung. Mengingat semakin bertambah banyaknya jumlah
siswi, maka diperlukan gedung yang lebih luas dan memadai.
![]() |
Gerbang MPG tempo dulu |
Gedung
yang ditempati sekarang ini (gedung lama yang membujur ke utara dan menghadap
ke timur) menurut informasi yang kami terima dulunya adalah gudang garam milik
P.N. Garam (perusahaan Negara garam). Mestinya menurut sumber yang dapat
dipercaya gedung tersebut milik Primer Koperasi Garam Rakyat atau PKGR yang
lebih dikenal dengan sebutan Gedung Depo Garem atau GDG, lalu dilelang dan hak
kepemilikan dipegang oleh Bapak Tejo mantri klinik Sarang yang juga tokoh TNI.
Lima belas tahun kemudian lewat Bapak Hendro Jaksa Rembang, diketahui oleh
Bapak H. Siroj yang waktu itu menjabat ketua Koperasi Garam Rakyat cabang
Sarang bahwa gedung tersebut sudah disita kejaksaan Negeri Rembang, berarti
gedung tersebut berstatus FRIAT (kadaluarsa).
Melihat
peluang di depan mata, maka pengurus madrasah dengan langkah sigap datang ke
tempat Bapak Hendro dan meminta kesediaannya untuk mengusahakan agar gedung
tersebut dapat dimiliki Madrasah Banat. Berkat saran dan bantuan beliau
akhirnya gedung tersebut dapat dimiliki Madrasah, dan pengurus memberikan
imbalan kepada P.N. rembang lewat Desa sebesar Rp. 30.000,-.sedangkan
penandatanganan dilakukan di rumah Bapak Abdullah, kepala desa Bajingjowo saat
itu. Pada tahun 66-an gedung tersebut pernah digunakan untuk menahan oknum PKI
wilayah kecamatan Sarang kurang lebih 1 bulan.
Terobosan
yang ketiga yang tak kalah penting adalah pengadaan tanah. Tanah area madrasah
sekarang yang luasnya kurang lebih 1010 m2 dulunya adalah milik Negara dengan
status tanah “HAVEN” (pelabuhan). Seperti diketahui bahwasanya pada zaman
kolonial Belanda, nggawan dan sekitarnya diplaning untuk dermaga pelabuhan
kapal, tetapi rencana itu gagal total dikarenakan Belanda dapat diusir dari
bumi pertiwi sebelum rencana tersebut terlaksana sampai selesai. Kemudian oleh
pengurus Madrasah lahan tersebut diminta atas nama desa Bajingjowo dan
diberikan kepada Madrasah Banat melalui Bapak Turhadi Hadisutiknyo, kepala
agraria Rembang. Status tanah tersebut adalah tanah waqof dan Bapak H. Abdul
Mujib bin H. Husain sebagai nadzirnya. Pada tahun 1972 M, Bapak H.Abdul Mujib
wafat dan digantikan adik kandungnya yaitu Bapak Hamzawi Husain dengan surat
resmi kenadziran tahun 1973 M.
Sekitar
tahun 80-an, terjadi sedikit keributan tentang tanah yang telah diwaqafkan
kepada Madrasah tersebut. Namun berkat kesigapan, parsitipasi dan ketegasan
serta kejelian Bapak Hamzawi Husain sebagai nadzir dalam membaca situasi, maka
insiden di atas dapat digagalkan dengan kembalinya tanah tersebut menjadi tanah
waqaf untuk Madrasah Banat yang disahkan oleh Bapak. Bonco BA selaku ketua
Agraria Rembang dengan menghadirkan saksi Bapak KH. Musa yang pada waktu itu
menjadi ketua KUA Kecamatan Sarang dan Bapak H. Siroj bin H. Husain Syukur
untuk selamanya.
Di
awal perajalanannya, Madrasah Banat Al-Ghozaliyyah belum dapat berbicara
banyak. Dan ini dapat dimaklumi, mengingat kondisi dan situasi Madrasah waktu
itu yang serba pas-pasan sehingga, sejak berdiri tahun 1964 M sampai kurang
lebih tahun 1969 M yang masih berlokasi di sekitar “Masjid Jin” belum mengalami
perubahan yang berarti. Demikian juga ketika perjalanan awal pindah ke lokasi
baru yang terletak di sebelah timur nggawan sekitar tahun 1969 M.
Dengan
kenyataan tersebut bukan berarti tidak ada usaha dari sekian pengurus dan
pengelola madrasah atau saling berpangku tangan. Karena berdasarkan informasi
yang ada, pengurus sudah berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan
madrasah. Terbukti dengan dianjurkannya menabung bagi semua siswi demi menjaga
stabilitas dan mobilitas madrasah. Tapi kenyataan berbicara lain, apa yang
telah direncanakan dan dilaksanakan belum sesuai dengan yang diharapkan. Dan
hal inipun sering dialami oleh lembaga-lembaga pendidikan lain yang umurnya
masih relatif muda, otomatis kansnya di hati sebagian masyarakat belum begitu
terpatri. Disamping itu jumlah simpatisan atau donatur yang masih kecil, juga
tidak adanya bantuan tetap untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
Berkat
kegigihan dan keuletan pengurus dalam meningkatkan kualitas dan mutu Madrasah
Banat Al-Ghozaliyyah, maka pada tahun 1970-an Madrasah Banat memberikan warna
baru dalam mengembangkan pendidikannya. Terbukti dengan diadakannya peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW, acara musabaqoh serta khitanan masal pada periode
tersebut. Tujuannya tak lain untuk memberikan bimbingan rohaniyah kepada anak
didiknya dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diterima secara langsung
(praktek lapangan). Juga untuk mengenal lebih dekat tentang Rasulullah SAW
serta menarik simpatisan agar mengakui eksistensisi Madrasah Banat Al
Ghozaliyyah. Sementara haflah akhir sanah (perayaan tutup tahun ajaran) sudah
sejak awal mula dilaksanakan, walaupun kadar bobotnya berubah-ubah mengikuti
perkembangan.
![]() |
Penyerahan Piala & Trofi oleh Ibu Ny. Hj. Masthi'ah Maimoen |
Gagasan
dilaksakannya musabaqoh itu timbul dari Ustadz Sami’an setelah beliau mempunyai
pengalaman mengajar di Jawa Timur. Semula acara musabaqoh dikhususkan bagi para
siswi yang masih kecil, baru pada tahun 73-an musabaqoh diklasifikasikan sesuai
tingkatan kelas. Sedangkan acara khitanan hanya diadakan sekali, mengingat
kurang layaknya hal ini jika dilakukan di Madrasah Banat.
Sebenarnya
tanda–tanda akan majunya Madrasah Banat sudah tampak sejak dulu. Kenyataan pada
tahun 1967 M Madrasah Banat menerima bantuan tenaga pengajar bidang ilmu agama
dan umum. Seiring perkembangan zaman, Madrasah Banatpun mengalami kemajuan yang
cukup berarti, sampai akhirnya penghargaan dibidang pendidikanpun didapatkan
dari pemerintah. Hal ini menjadikan pengurus dan para guru semakin semangat
untuk lebih kreatif dan dinamis dalam mengembangkan sayap. Dan untuk menunjang
itu semua tepatnya tahun 1976 M Madarasah Banat melibatkan diri dalam semester
umum yakni ujian negeri. Dengan demikian pelajaran umum yang bersifat rohani
maupun jasmani seperti olah raga senampun berjalan dengan baik di Madrasah
Banat, boleh dikatakan dibawah naungan DEPAG.
Perlu
dikemukakan di sini bahwa kepengurusan Madrasah Banat dulunya masih jadi satu
dengan kepengurusan Madrasah Banin Ghozaliyyah Syafi’iyyah (MGS). Dengan kata
lain Madrasah Banat merupakan cabang dari MGS, baru tahun 1978 M Madrasah Banat
memisahkan diri dari Madrasah Banin. Kemudian Madrasah Banat membentuk
kepengurusan sendiri. Hal ini didasarkan karena Madrasah Banat sudah cukup
mampu untuk mandiri.
Dalam
perjalannya, Madrasah Banat tak selamanya mulus akan tetapi menghadapi
rintangan demi rintangan yang menghadang setiap waktu. Bahkan pernah secara
tiba–tiba tanpa permisi goncangan hebat melanda dan mengoyak ketenangan dan
ketentraman yang ada.
Dengan
kondisi yang kalut dan mencekam, kejernihan berfikir untuk menentukan langkah
serta ketabahan para pengurus dan pihak terkait betul-betul teruji. Sebagai
tindak lanjut untuk lolos dari beban yang begitu menghimpit, maka dengan
keberanian yang tinggi pengurus mengadakan perombakan total dalam sistem dan
aturan, termasuk didalamnya adalah perubahan sistem pengajaran yang semula dua
jam pelajaran untuk satu guru, menjadi satu jam pelajaran untuk masing–masing
guru. Tidak sampai disitu, bahkan musyawaroh menjadi agenda harian bagi MPG.
Ini semua mengacu pada peningkatan kualitas pendidikan yang lebih terarah.
Tidak
berlebihan jika tahun 1979 M merupakan tahun prihatin dan tahun kebangkitan
MPG, karena pada tahun inlah apa yang diungkapkan di atas terjadi. Tepat dengan
pribahasa “jatuh pangkal bangkit” dan setiap kejadian terselubung hikmah.
Dari
sini bendera MPG benar–benar berkibar dengan megahnya. Sehingga pada waktu
organisasi NU kecamatan Sarang mengadakan lomba pekan seni dan lomba untuk
Madrasah se-Kecamatan Sarang (pekan Madaris) pada tahun 1979 M MPG hampir
menyabet semua medali penghargaan yang dilombakan. Dan dengan kebanggaan tersendiri
tak mengurangi syukur kepada Allah SWT, Madrasah Banat diproklamirkan sebagai
Juara Umum.
Sejalan
dengan kemajuan yang dicapai, maka mobilitas kerja dan frekuensi pendidikanpun
dikembangkan. Sehingga hasil penyebaran agama saat ini sudah merayap dan menyebar
keseluruh wilayah Jawa, bahkan sudah menyebar ke Luar Jawa.
Tepat
pada tahun 1978 M, secara resmi pengurus Madrasah mengambil keputusan tidak
mengikutsertakan anak didiknya dalam ujian persamaan. Ini tak lain dimaksudkan
untuk merealisasikan tujuan semula berdirinya Madrasah Banat, yakni Madrasah
salafiyyah yang berkonsisten khusus dalam bidang agama Islam.
Demikinlah,
hingga pada tahun-tahun berikutnya Madrasah banat selalu dibanjiri siswi,
terutama siswi dari luar daerah yang ingin menuntut ilmu secara salafiyyah
(tradisional). Dengan meningkatnya jumlah siswi, maka sarana dan prasarana
pendidikanpun ditingkatkan, mulai dari penambahan gedung sampai pada pola
pendidikan berjenjang, yakni mulai dari tingkat ibtidaiyyah sampai pada tingkat
Aliyah, yang mana tingkat Aliyah ini baru didirikan pada tahun 1427 H./2006 M.
Tepatnya pada tanggal 13 Syawwal 1427 H. Dan sekarang Madrasah Banat sudah
mendedikasikan diri sebagai satu–satunya Lembaga Agama yang setingkat lebih
tinggi dari Lembaga pendidikan lain di Kecamatan Sarang.
Tujuan Madrasah
Tujuan
Madrasah sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk
hidup mandiri.
Tujuan
pengembangan ciri khas Agama Islam pada Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah adalah
memberikan landasan Islami yang kokoh agar peserta didik memiliki kepribadian
yang kuat dilandasi oleh nilai-nilai keislaman bagi perkembangan kehidupan
selanjutnya.
Sarana Pendidikan
Dalam
rangka menunjang keberhasilan pendidikannya, Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah
Sarang berupaya secara bertahap untuk melengkapi sarana-prasarana
pendidikannya. Hingga kini Madrasah Puteri Al Ghozaliyyah Sarang telah memiliki
ruang belajar yang representatif, Perpustakaan, Ruang Keterampilan, dan sarana
penunjang lainnya.
Data Sarana Pendidikan Madrasah Puteri Al
Ghozaliyyah Sarang.
No.
|
Jenis
|
Lokal
|
1
|
Ruang Kelas
|
20
|
2
|
Ruang Kantor
|
3
|
3
|
Ruang Perpustakaan
|
1
|
4
|
Ruang Keterampilan
|
1
|
5
|
Ruang Auditorium
|
1
|
6
|
Ruang Kesekretariatan
|
1
|
7
|
Ruang Tata Usaha
|
1
|
0 comments:
Post a Comment