Saturday, June 17, 2017

Berjalan Kaki Demi Sebuah Ilmu

Alkisah, diceritakan pada masa Imam Ahmad bin Hanbal ada seorang pemuda yang gigih dalam menuntut ilmu. Dia adalah Imam Baqi’ ibn Mukhollid, salah satu murid Imam Ahmad bin Hanbal, seorang penghafal hadits yang wafat pada tahun 201 H. Keinginan besar Imam Baqi’ untuk bertemu dan berguru pada Imam Ahmad bin Hanbal mengantarkannya berjalan kaki dari Andalusia untuk bertemu dengan Imam besar ahli hadits tersebut. Imam Baqi’ berkata “ketika aku mendekati kota Baghdad aku mendengar bahwa Imam Ahmad bin Hanbal mendapat cobaan besar dilarang bertemu orang dan mengajarkan hadits kepada murid-muridnya. Aku sangat sedih dengan keadaan tersebut. Lalu aku mencari tempat penginapan untuk menaruh barang-barang bawaanku dan menuju masjid jami’ seraya berharap dapat bergabung dan mendapatkan ilmu dari majlis tersebut. Saat aku sampai di masjid, aku duduk dan bertanya kepada seorang yang ada di sebelahku : “Siapa dia ?”, lalu orang tersebut menjawab : “Dia adalah Yahya bin Ma’in”.

Saat aku melihat tempat kosong di sisi Yahya bin Mai’n, aku bergegas pindah di sebelah beliau dan berkata kepadanya “wahai Abu Zakariya, aku adalah orang yang datang dari jauh ingin bertanya kepada anda”, Yahya bin Ma’in pun berkata “katakanlah wahai saudaraku”. “Kenapa anda membicarakan tentang kejelekan Imam Ahmad bin Hanbal ?, andaikan Imam Ahmad melakukan satu kejelekan, itu tak dapat mengurangi ke-tsiqoh-an (…….) beliau karena terlalu banyak kebaikan yang beliau lakukan”, Sahutku. Sontak semua yang hadir di majlis tersebut berteriak, “Cukup saudaraku, semoga Allah merahmatimu”. Dengan tegas aku katakan pada mereka, “Aku adalah seorang yang mencarinya”. Saat aku berkata seperti itu Yahya bin Ma’in terkejut dan berkata, “Kita semua di sini membicarakan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau adalah sebaik-baik pemimpin islam dan ulama pada zamannya”. Kemudian aku bergegas keluar dari masjid dan menuju tempat Imam Ahmad bin Hanbal ditemani seorang yang menunjukkan rumah beliau.

Saat sampai di depan rumah Imam Ahmad bin Hanbal, aku mengetuk pintu rumahnya, kemudian Imam ahmad membuka pintu dan menemuiku. saat itu beliau heran melihat seorang yang tak dikenalnya. Aku berkata padanya “wahai Abu Abdillah, aku adalah orang yang datang dari jauh, ini adalah pertama kalinya aku datang di negara ini, aku ini seoarang pencari hadits dan tujuanku adalah untuk menemui anda”. Mendengar itu Imam Ahmad berkata’’ masuklah melewati jalan belakang dekat perbatasan negara ini dan jangan sampai ada seorangpun yang tahu”.

Beliau bertanya “Dari mana asalmu, dari ujung Maroko?.. Afrika..?, aku menjawab “Lebih jauh lagi, melewati dua lautan sampai ke Afrika kemudian sampai Andalus”. Imam ahmad berkata “Tempatmu sangat jauh sekali, aku sangat senang bisa membantumu mendapatkan hadits, akan tetapi aku sekarang dilarang bertemu orang lain dan mengajarkan hadits kepada murid-muridku”. Mendengar itu akupun bercerita, bahwa aku telah mendengarnya saat dalam perjalanan.

“Wahai Abu Abdillah, ini adalah untuk pertama kalinya aku masuk ke negara ini, aku sangat ingin berguru dan meriwayatkan hadits dari anda. Jika anda mengijinkan, aku akan datang menyamar sebagai seorang pengemis dan datang ke rumah anda, berlagak meminta-minta di dekat pintu rumah anda seperti kebanyakan pegemis lalu anda bisa menceritakan satu atau dua hadits. Bagiku, itu sudah lebih dari cukup” pintaku kemudian. Imam Ahmad pun mengiyakan dan meyetujui usulan dan permintaanku dengan syarat tidak diketahui orang lain termasuk para ahli hadits yang lain.

Keesokan harinya, aku mencari seutas tali dan mengikatkan tali tersebut di kepalaku dan akupun membawa kayu yang aku jadikan sebagai tongkat serta membawa wadah tinta dan kertas yang aku selipkan di lengan baju. Aku mendatangi rumah Imam Ahmad dan berkata dengan keras “Dengan pemberian ini semoga Allah memberkatimu”, seperti kebanyakan para pengemis melakukan hal tersebut. Sesaat kemudian, Imam Ahmad menemuiku dan membukakan pintu serta mempersilahkanku untuk masuk. Setelah itu beliau mengunci pintu rumahnya rapat-rapat. Kemudian aku mendengarkan hadits yang diceritakan Imam Ahmad dengan penuh hikmat.

Hal tersebut aku lakukan setiap hari sampai terkumpul kurang lebih 300 hadits yang aku riwayatkan dari Imam Ahmad.

Setelah penguasa yang memfitnah Imam Ahmad meninggal dunia dan diganti penguasa yang berpegang teguh pada madzhab sunnah, nama Imam Ahmad semakin dikenal luas di seluruh negara. Suatu hari, ketika aku mendatangi halaqoh Imam Ahmad beliau mendekatkan badannya dan bercerita kepada ahli hadits yang berada di majlis tersebut tentang seseorang yang gigih dalam mencari ilmu dan meriwayatkan hadits. Kemudian beliau menceritakan kisahku saat aku berguru menerima hadits dan membaca hadits di depan  para ulama besar ahli hadits tersebut.

Saat aku sakit, Imam Ahmad bertanya kepada murid-muridnya tentang ketidakhadiranku dalam halaqohnya. Ketika beliau diberitahu tentang keadaanku yang sedang sakit, beliaupun berniat untuk menjengukku ke rumah. Saat itu,  aku sedang tertidur  di penginapan yang aku sewa dan di sebelahku ada kitab yang tergeletak di dekat kepala. Saat terbangun, aku mendegar suara gemuruh para penghuni penginapan. Mereka berkata, “Lihatlah keluar, itu adalah Imam Ahmad dan santri-santrinya.  seorang Imam besar di  negara ini”. Saat aku sedang melihat keluar dari jendela kamar, aku dikejutkan oleh pemilik penginapan yang datang menemuiku dan memberitahu kedatangan Imam besar ahli hadits seraya berkata, “Wahai Abu Abdurrahman, Imam Ahmad bin Hanbal ingin bertemu anda”.

Kemudian Imam Ahmad pun masuk dan duduk di dekat kepalaku. Saat itu keadaan kamarku penuh berjejal murid-murid Imam Ahmad, bahkan ada sebagian yang berdiri sambil membawa pena, mereka siap mencatat apa saja yang dikatakan oleh gurunya.
Imam ahmad berkata kepadaku, ‘’Wahai Abu Abdurrahman, berbahagialah dengan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT di saat sehat maupun sakit. Semoga Allah memberi kesembuhan padamu dan memberi derajat yang tinggi”. Saat aku melihat sekelilingku, semua santri Imam Ahmad menulis setiap perkataan yang diucapkan sang Imam besar ahli hadits tersebut.

Keesokan harinya, setelah kehadiran Imam besar ahli hadits tersebut, sikap pemilik penginapan berubah menjadi baik kepadaku dan melayani segala keperluanku mulai dari makanan, selimut, dan segala  keperluanku dengan suka hati. Bahkan perhatianya kepadaku melebihi perhatianya kepada keluarganya sendiri. Mungkin karena aku adalah orang dekat Imam Ahmad, seorang ulama besar yang disegani oleh semua orang sehingga secara tidak langsung akupun ikut dihormati layaknya Imam Ahmad bin Hanbal.

Sepenggal kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita, betapa gigihnya para ulama dan salafusshalih terdahulu dalam menuntut ilmu dan berguru kepada seorang syaikh. Mereka rela berjalan kaki dari satu guru ke guru yang lain, dari satu negara ke negara yang lain demi untuk mendapatkan satu atau dua hadits. Mereka meyakini bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan beramal shalih. Wallahu a’lam. - (Risalah Santri)
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net

0 comments:

Post a Comment